Duka keluarga 10 siswa SMPN 1 Turi Sleman yang tewas di sapu air deras saat mengikuti kegiatan susur sungai akhirnya menjadi duka insan pendidikan di indonesia. Bupati Sleman, Gubernur DIY menyayangkan bencana itu terjadi, dan sekolah adalah pihak yang bertanggung jawab atas bencana ini.
Pemerhati pendidikan beramai-ramai menyalahkan pihak sekolah yang mengadakan kegiatan tanpa manajemen risiko. Para Kakak pembina pramuka senior menghakimi pembina yang mendampingi 256 siswa yang terlibat dalam susur sungai di sungai Sempor Padukuhan Donokerto.
Caci maki, sumpah serapah dan ejekan sinis tertuju kepada kepala sekolah dan kakak pembina. Hingga 3 orang pembina menjadi tersangka dan menjadi pesakitan.
Terenyuh, miris dan sesak melihat 3 kakak pembina pramuka digiring oleh kawanan polisi, dengan mengenakan seragam orange, kepala digunduli dan tanpa alas kaki. Mereka diperlakukan seperti begal, penjahat kelas kakap yang sangat membahayakan.
Entah bagaimana perasaan 256 siswa SMPN 1 Turi ketika menyaksikan adegan tragis menimpa sang pembina sekaligus guru mereka yang boleh jadi di sekolahnya tentu mereka hormati dan kagumi. Kini 3 guru pembina pramuka itu akhirnya mendekam di penjara.
Betul mereka lalai, dan tentu saja salah. Namun mereka tak pernah merencanakan musibah sedahsyat itu hingga merenggut nyawa.
Para guru se indonesia, apalagi para pembina pramuka yang suci dalam pikiran dan perbuatan, pastinya merasakan duka yang amat dalam, menyaksikan rekan se profesi dan seperjuangan dipermalukan dihadapan jutaan pasang mata.
Ironisnya, Kwartir Nasional hingga daerah bungkam tak bersuara. Mereka seharusnya bertanggung jawab bila ada pembina pramuka tak berskill dan tak berkompeten.
Akhirnya kita banyak belajar, bahwa niat suci untuk mendidik tidaklah cukup, kita harus banyak mendengar dan meraba bahwa hidup tidak selalu hitam putih.
26022020
0 Comments