Silahkan Benci, Tapi Jangan Berlebihan, Bencinya Standar Saja

BENCI yang overdosis itu kurang sehat, bahkan bisa memutarbalikan aliran syaraf dan sulit untuk disembuhkan. Ibu Ucu seorang widyaswara di Kementerian agama, semasa kuliah pernah membenci lelaki yang berasal dari suku jawa. Ia juga heran kenapa harus membenci simbol-simbol bernuansa jawa.

Silahkan Benci, Tapi Jangan Berlebihan, Bencinya Standar Saja

Namun saat ia berkenalan dengan lelaki tampan yang berasal dari magelang, ia seperti terhipnotis, tak berdaya. Magelang disebutnya sebagai salah satu kota yang ada di jawa Barat, sebelah sononya ciamis. Padahal Magelang ada di jawa tengah. Gelap mata.

Takdir berkata lain, lelaki manis asal magelang ini, akhirnya menjadi suami syahnya. Dari hasil pernikahannya, mereka dikaruniai 5 anak yang sehat dan soleh. Pada akhirnya Ibu ucu bukan saja mencintai lelaki magelang yang jawa itu, namun ia juga menyukai budaya, makanan dan ornamen bercorak jawa.

Bencinya berubah menjadi bulir cinta yang bertumbuh.


Maka ketika seseorang melepaskan busur benci yang membuncah kepada seseorang yang mencintainýa, maka benci itu akan menjelma menjadi cinta penuh warna, dan benci itu menjadi lemah dan tak berdaya.

Mungkin tak sedikit orang, yang hari ini atau kemarin bergumul dalam syahwat kebencian pada akhirnya menjadi pasangan sejati, atau menjadi sahabat yang melebihi segalanya.

Boleh jadi engkau membenci sesuatu namun pada akhirnya engkau mencintainya.
Atau boleh jadi, engkau mencintai sesuatu namun pada ujungnya engkau membencinya.

Membenci dan mencinta sekadarnya saja,
Tidak berlebih, tidak pula berkurang.
Kecuali mencintai ALLAH dan Rasul-Nya.
Wallahu'alam

#Rawakuning, 21 02 2020

0 Comments