Ujian Nasional Jangan Dihapus

Sejak Ujian Nasional (UN) bukan lagi penentu kelulusan siswa, tak ada lagi kegelisahan para guru, orang tua dan kepala sekolah. UN sudah hilang kesakralannya dan tidak lagi menjadi "makhluk" yang angker dan menakutkan. Pada tahun 2015, saat itu Mendikbud Anies Baswedan mengakhiri kegaduhan UN dengan tidak lagi menjadikan satu-satunya alat penentu kelulusan.

Rencana menghapus UN bergaung kencang setelah Sandiaga Uno Cawapres 02 dalam debat ketiga pada 17 Maret 2019 menawarkan penghapusan UN, dan menggantikanya dengan ujian penelusuran minat dan bakat. UN disebut hanya menghamburkan anggaran negara dan tidak berkeadilan.

Ujian Nasional Jangan Dihapus
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu justru menentang ide penghapusan ujian nasional. Ia menilai penghapusan UN berbahaya bagi kualitas pendidikan di Indonesia. UN adalah alat ukur dan alat evaluasi standar nasional.

Saat UN menjadi alat penentu kelulusan, insan pendidikan di indonesia merasakan tekanan hebat dan nyaris hilang akal sehatnya. Segala cara dilakukan meski mendobrak aturan dalam prosedur operasional standar. Bahkan korban UN Berjatuhan saat UN resmi diumumkan, siswa yang tidak lulus mengalami depresi dan mengancam bunuh diri akibat tak tahan dengan olok-olok teman dan keluarga.

Sebuah penelitian yang dilakukan di New York oleh Alfi Kohn (1999) mengulas bahwa ketika para guru merasa dituntut untuk meningkatkan hasil ujian, mereka cenderung akan menekan siswa. Proses belajar menjadi kaku, penuh beban. Semakin guru dituntut untuk meningkatkan scor ujian, semakin rendah hasil yang dicapai oleh siswa.

Dibeberapa negara maju seperti Jepang misalnya, tidak menerapkan tes standarisasi atau ujian nasional, namun kualitas pendidikan di Jepang termasuk kategori tinggi. Pemboikotan ujian nasional pernah dilakukan di Inggris pada tahun 1990, dan ternyata berhasil seperti ysng dilaporkan didalam jurnal changing english vol. 1 no 2 1994. Dan pada akhirnya kualitas pendidikan di Inggris kian maju.

Akhir-akhir ini genderang penghapusan UN terasa makin kuat setelah Mendikbud Nadiem Makarin menyampaikan tahun 2020 adalah UN terakhir dan pada tahun 2021 UN digantikan menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

Banyak kalangan menyambut gembira, banyak pula yang pesimis dan harap-harap cemas. Alih-alih untuk meningkatkan kualitas pendidikan di indonesis, namun jangan2 justru membuat mutu pendidikan semakin merosot.
Di negara2 maju tanpa adanya UN, kualitas pendidikannya terjaga, karena mereka memprioritaskan pengembangan diri dan kesejahteraan guru.

Asesmen kompetensi minimum dan survei karakter jangan sekadar ide untuk ajang coba-coba. Indonesia sudah sangat sering menggantikan istilah ujian nasional dengan sebutan yang membingungkan.

Seperti yang disampaikan Menko bidang pembangunan manusia dan kebudayaan Muhadjir Effendy bahwa UN bukan dihapus namun hanya dimodifikasi. Kita tunggu modifikasi model apa yang ditawarkan mas Nadiem untuk pendidikan indonesia.

0 Comments