Dahsyatnya Menjadi Guru Berprestasi

BANYAK kisah tentang guru hebat yang tak sempat diliput oleh media seperti halnya kisah guru Een. Beberapa tahun yang lalu, Ibu guru Een dengan segala keterbatasannya telah menginspirasi banyak guru di Indonesia. Mimpinya bertemu dengan presiden SBY akhirnya terkabulkan. Bahkan dengan beberapa orang penting lainnya yang sempat menjenguk sekaligus memberi penghargaan atas semangat juangnya yang luar biasa dalam menebarkan ilmu kepada murid-muridnya. 

Branding televisi terhadap guru Een telah menyihir ribuan pemirsa SCTV untuk melakukan hal yang nyaris sama dengan apa yang dilakukan oleh Jusuf Kalla, Bimbo dan yang lainnya terhadap guru Een. Dan yang paling mengagumkan dari visualisasi semangat guru Een adalah banyak diantara guru yang merasa malu, bahkan menangis lantaran belum berbuat maksimal untuk para muridnya, walau kondisi fisik jauh lebih sempurna.

Dahsyatnya Menjadi Guru Berprestasi
Piagam Penghargaan

Sebagian guru saat ini lebih sibuk menampilkan warna luar dan penampilan fisik ketimbang memperkuatnya dengan kualitas diri. Terlebih lagi setelah guru dimanjakan dengan fasilitas sertifikasi. Profesionalitas pada akhirnya menuntut lebih tajam berbagai kemudahan dan pelayanan dari pemerintah. Yang paling dikhawatirkan adalah ketika guru sudah merasa nyaman dengan kondisi saat ini, lalu kemudian tidak mau bergerak melakukan perubahan dan menyangkal segala bentuk gagasan baru, ide-ide segar dan kreatifitas yang menumbuhkan.

Langkah pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional dan Kebudayaan terus mengagendakan kegiatan yang mengapresiasi para guru berprestasi di seluruh Indonesia. Kegiatan ini pada akhirnya berproses dari tingkat kecamatan hingga provinsi. Meskipun secara fakta, tidak semua  dinas pendidikan yang ada di kabupaten maupun kota merespon dengan positif kegiatan ini. Indikasinya terlihat jelas dari ketiadaannya  pencantuman poin anggaran di APBD. Pemerintah daerah seyogyanya berani menganggarkan  kegiatan yang merangsang para guru untuk lebih terpacu prestasinya dan lebih terdongkrak kreatfitasnya.

Guru bekerja tidak semata bertujuan ekonomi, akan tetapi kebutuhan penghargaan dan aktualisasi diri merupakan salahsatu faktor pendorong rasa puas dalam melakukan tugas dan pekerjaan. Teori kebutuhan yang diusung oleh Abraham Maslow menegaskan bahwa setiap individu memiliki tingkatan kebutuhan sesuai kapasitas masing-masing. Secara tersusun Maslow memeringkatnya dari kebutuhan fisiologi, kebutuhan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.

Memberikan penghargaan layak kepada para guru berprestasi merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dan siapapun yang peduli terhadap kualitas pendidikan. Meskipun kita tahu bahwa kualitas guru berprestasi tidak cukup sekedar dinilai melalui instrumen dokumen portopolio, wawancara, tes kepribadian, presentasi dan karya tulis. Potret guru berprestasi tidak mungkin tergambarkan secara utuh hanya lewat penilaian tiga hari. Karakteristik, kepribadian, respon murid, penilaian teman sebaya dan seprofesi serta aktifitasnya di lingkungan sekolah dan masyarakat, setidaknya harus menjadi bagian yang  dinilai. Kapasitasnya sebagai guru berprestasi pun harus dibuktikan dengan lahirnya para murid yang berprestasi, baik untuk jangka pendek maupun untuk 10 tahun yang akan datang.

Menjadi guru berprestasi boleh jadi bukan bagian dari mimpi kebanyakan guru saat ini. Karena guru berprestasi sesungguhnya adalah guru yang memiliki kompetensi, memiliki keunggulan kepribadian dan tanggung jawab terhadap tugasnya. Memiliki pemahaman kependidikan yang utuh, kreatif, visioner, terpuji dalam moral dan pergaulan serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan bangsa. Guru berprestasi akan senantiasa mengobarkan nilai-nilai kejuangan, ia tak akan membiarkan kearifannya redup dan kering karena para murid akan mengalami dahaga yang berkepanjangan. Kasih sayangnya akan memayungi seluruh denyut nadi muridnya. Cintanya yang melimpah akan terus mengalir menyusuri bagian-bagian yang tersembunyi sekalipun.  

Bila harus menyandang guru berprestasi, setidaknya memiliki kesiapan untuk menjadi teladan bagi guru yang lain. Tak mengharapkan pujian dari siapapun, apalagi keinginan untuk dipublikasikan kekhalayak. Biarlah hasil kerja dan karya nyata yang akan berbicara sekaligus menjelaskan. Pancaran keikhlasan guru maha hebat biasanya menyala-nyala, menerangi ruang-ruang yang gelap dan pengap.  

Jadi, bagi guru yang menyandang gelar berprstasi, sesungguhnya tak ada pikiran dalam otaknya untuk mendapatkan hadiah. Bukan piala emas yang diimpikan, bukan sertifikat atau piagam penghargaan yang dinantikan, bukan uang saku dengan jumlah banyak yang rindukan, bukan pula berharap menunaikan ibadah haji ke tanah suci secara cuma-cuma. Apalagi berharap-harap berjabat tangan dengan sang presiden. Sebab hal yang demikian bisa jadi akan membuat sombong dan lupa diri..

Sering  kita jumpai keajaiban-keajaiban yang muncul dari guru berprestasi yang merupakan buah dari keikhlasan dan kesabarannya dalam bekerja. Pembawaannya yang tenang, kehidupan keluarga yang rukun dan harmonis, dicintai oleh murid dan sahabatnya, rizkinya berkah dan melimpah, senantiasa produktif melahirkan karya inovatif. Di lingkungan masyarakatnya berkontribusi, memiliki kebanggaan terhadap profesinya. Dan diakhir masa tugasnya seringkali menjumpai mukjizat yang tak diduga-duga. Rekan penulis, seorang guru yang memasuki masa pensiun diberangkatkan haji oleh dua muridnya yang telah sukses menapaki kehidupan. Berhaji merupakan impiannya semasa masih aktif mengajar.

Meskipun hari ini guru berprestasi belum mendapatkan tempat yang ekslusif dari segi penghargaan, tetapi tidak perlu bersedih apalagi meratapinya. Yakinlah bahwa sesungguhnya Allag SWT telah memberikan penghargaan yang jauh lebih berharga, yakni ampunan dan pahala yang luar biasa (*)

0 Comments